Selasa, 29 Maret 2011

Hak Asasi Manusia


Nama : Siti Diah Ayu Pratiwi
Npm   : 11209489
Kelas  : 2EA15

Hak asasi manusia
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.
Kesadaran akan hak asasi manusia , harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak – hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak asasi manusia.
Sebelum dibahas lebih mendalam mengenai hak asasi manusia di Indonesia, terlebih dahulu kita membahas sekelumit sejarah perkembangan dan perumusan hak asasi manusia di Dunia. Perkembangan atas pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara perlahan dan beraneka ragam. Perkembangan tersebut antara lain dapat ditelusuri sebagai berikut.

1. Hak Asasi Manusia di Yunani
Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM) meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai – nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.
2. Hak Asasi Manusia di Inggris
Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :
MAGNA CHARTA
Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh Raja John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan para bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung.
Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.
o   Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :
o   Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris.
o   Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagi berikut :
o   Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
o   Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
o   Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
o   Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.
ü  PETITION OF RIGHTS
o   Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut :
o   Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
o   Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.
o   Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.

ü  HOBEAS CORPUS ACT
o   Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :
o   Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan.
o   Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.
ü  BILL OF RIGHTS
o   Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang :
o   Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.
o   Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
o   Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen.
o   Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-masing .
o   Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.
3. Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat
Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak – hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan DECLARATION OF INDEPENDENCE OF THE UNITED STATES.
Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli 1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian, merupakan pula piagam hak – hak asasi manusia karena mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebhagiaan.
John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah memiliki hak-hak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup lebih maju seperti yang disebut dengan status civilis, locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan sebagai warga negara hak-hak dasarnya dilindungi oleh negara.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter.
Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :
ü  Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and expression).
ü  Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom of religion).
ü  Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
ü  Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).
Kebebasan- kebebasan tersebut dimaksudkan sebagai kebalikan dari kekejaman dan penindasan melawan fasisme di bawah totalitarisme Hitler (Jerman), Jepang, dan Italia. Kebebasan – kebebasan tersebut juga merupakan hak (kebebasan) bagi umat manusia untuk mencapai perdamaian dan kemerdekaan yang abadi. Empat kebebasan Roosevelt ini pada hakikatnya merupakan tiang penyangga hak-hak asasi manusia yang paling pokok dan mendasar.
4. Hak Asasi Manusia di Prancis
Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan DECLARATION DES DROITS DE L’HOMME ET DU CITOYEN yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).
Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat Prancis yang berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan mengakibatkan tersusunnya Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795. revolusi ini diprakarsai pemikir – pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire, serta Montesquieu. Hak Asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu antara lain :
1) Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.
2) Manusia mempunyai hak yang sama.
3) Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.
4) Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan serta pekerjaan umum.
5) Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-undang.
6) Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.
7) Manusia merdeka mengeluarkan pikiran.
8)Adanya kemerdekaan surat kabar.
9) Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.
10) Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
11) Adanya kemerdekaan bekerja,berdagang, dan melaksanakan kerajinan.
12) Adanya kemerdekaan rumah tangga.
13) Adanya kemerdekaan hak milik.
14) Adanya kemedekaan lalu lintas.
15) Adanya hak hidup dan mencari nafkah.

5. Hak Asasi Manusia oleh PBB
Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.
Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang mempunyai Hak :
ü  Hidup
ü  Kemerdekaan dan keamanan badan
ü  Diakui kepribadiannya
ü  Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan hokum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah
ü  Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
ü  Mendapatkan asylum
ü  Mendapatkan suatu kebangsaan
ü  Mendapatkan hak milik atas benda
ü  Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
ü  Bebas memeluk agama
ü  Mengeluarkan pendapat
ü  Berapat dan berkumpul
ü  Mendapat jaminan sosial
ü  Mendapatkan pekerjaan
ü  Berdagang
ü  Mendapatkan pendidikan
ü  Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
ü  Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan
Majelis umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia itu sebagai tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa dan menyerukan semua anggota dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan hak-hak dan kebebasan- kebebasan yang termasuk dalam pernyataan tersebut. Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya.

6. Hak Asasi Manusia di Indonesia
Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.
Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia,yakni:
ü  Undang – Undang Dasar 1945
ü  Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
ü  Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut :
ü  Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
ü  Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
ü  Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.
ü  Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality).
ü  Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan kebudayaan.
ü  Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan.
Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998

Masalah-masalah ham
HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental yang harus dihormati, dijaga, dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, dan negara.

HAM terdiri dari :
1. Hak Sipil = hak diperlakukan sama dimuka umum, hak bebas dari kekerasan, hak khusus bagi klompok anggota masyarakat tertentu, hak hidup dan kehidupan.
2. Hak Politik = hak berserikat dan berkumpul, hak kemerdekaan mengeluarkan pikiran, hak menyampaikan pendapat di muka umum.
3. Hak Ekonomi = hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak perdagangan, hak pembangunan berkelanjutan
4. Hak SosBud = hak memperoleh pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak kesehatan, hak memperoleh perumahan dan pemukiman.

HAM dianggap sangat penting di Indonesia karena itu ada pengaturan HAM dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. i. UUD, II Tap MPR, III. Undang-undang, IV. Peraturan pemerintah, keputusan presiden, dll.

Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang mengurangi, membatasi atau mencabut HAM seseorang atau sekelompok orang yang dilindungi atau dijamin oleh undang-undang.
Pelanggaran HAM dibagi 2 :
1. Pelanggaran HAM ringan
2. Pelanggaran HAM berat (kejahatan genosida dan kejahatan manusia).
Kejahatan genosida adalah perbuatan yang sengaja dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok etnis, ras, bangsa dan kelompok agama. Kejahatan kemanusiaan adalah perbuatan yang sengaja dilakukan sebagai bagian dari serangan sistematik terhadap penduduk sipil.




donesia baru pada tahap kebijakan belum menjadi bagian dari sendi-sendi dasar kehidupan berbangsa untuk menjadi faktor integrasi atau persatuan. Problem dasar HAM yaitu penghargaan terhadap martabat dan privasi warga negara sebagai pribadi juga belum ditempatkan sebagaimana mestinya.Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Marzuki Darusman da-lam diskusi yang diselenggarakan Forum Diskusi Wartawan Politik (FDWP) di Wisma Surabaya Post Jakarta, Sabtu (23/8).

Dalam diskusi itu diperbincangkan masalah hak asasi, politik dan demokrasi di Indonesia termasuk hubungan Komnas HAM dan pemerintah. “Pelaksanaan HAM di kita masih maju mundur. Namun itu tidak menjadi soal karena dalam proses,” kata Marzuki. Padahal jika melihat sisi historis, kata Marzuki, HAM di Indonesia beranjak dari amanat penderitaan rakyat untuk mewujudkan kemerdekaan dari penjajah. Begitu pula seperti tercermin dari Sila Kemanusiaan yang berpangkal dari falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam diskusi dipersoalkan bagaimana sebenarnya posisi pemerintah untuk melaksanakan HAM secara tulus. Menurut mantan anggota F-KP DPR itu, di luar negeri bidang-bidang politik, ekonomi selalu dihubungkan dengan masalah HAM. “Makanya mereka mau berisiko demi HAM ini. HAM sudah menyatu,” katanya.

Sedangkan di Indonesia, HAM baru merupakan satu kebijakan belum merupakan bagian dari sendi-sendi dasar dari kehidupan berbangsa. Marzuki mengatakan, sebenarnya HAM bisa menjadi faktor integrasi atau pemersatu bangsa. Marzuki menganalogikan pelaksanaan HAM di Indonesia dengan pemahaman masyarakat terhadap lingkungan hidup 10-20 tahun lalu.

Lingkungan hidup yang saat itu masih menjadi isu internasional sekarang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan pemerintah. “Saat ini, lingkungan hidup sudah menjadi kesadaran nasional,” katanya. Masalah lingkungan hidup tidak hanya menjadi kebijakan nasional namun sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. “Hal seperti itulah yang saat ini sedang ditempuh oleh HAM,” katanya.

Konstelasi politik

Kondisi HAM di Indonesia menghadapi dua hal dinamis yang terjadi yaitu realitas empiris di mana masyarakat semakin sadar HAM serta kondisi politik. Soal hubungan Komnas HAM dengan pemerintah, Marzuki mengatakan, bagian terbesar dari rekomendasi Komnas HAM terutama kepada pemerintah daerah/gubernur, 60 persen di antaranya mendapat respon yang konstruktif. Persoalan muncul jika kasusnya bermuatan politik, seperti Kasus Marsinah atau Kerusuhan 27 Juli. “Perlu ada pelurusan terhadap gambaran masyarakat soal hu-bungan pemerintah dan Komnas HAM,” katanya. Marzuki mendengar jika ada persepsi di masyarakat bahwa rekomendasi. Komnas HAM tidak dilaksanakan oleh pemerintah. “Kondisi ideal HAM adalah kondisi demokratis,” kata Marzuki. Kesadaran akan HAM maupun pelaksanaannya hanya mungkin jika ada pembaharuan politik.

Dalam beberapa persoalan Marzuki melihat sikap kalangan pemerintah maupun ABRI terhadap masalah HAM tergantung konstelasi politik yang terjadi, bukan pada pemahaman HAM sebenarnya. Misalnya komentar tentang Kerusuhan 27 Juli, satu pihak mengatakan bahwa kasus tersebut sudah selesai, namun yang lainnya mengatakan bahwa langkah-langkah Megawati Soekarnoputri konstitusional. Dia mengedepankan persoalan HAM di Indonesia dengan satu contoh yakni penggunaan istilah yang berkonotasi politik terhadap seseorang yang menyentuh martabat atau privasinya. Istilah gembong, oknum atau otak terutama dalam kerangka kasus-kasus subversif menjadi biasa digunakan oleh masyarakat menjadi sesuatu yang normal. “Padahal itu menyentuh HAM, seseorang digambarkan dengan istilah-istilah,” katanya.

Komnas HAM sebenarnya menganut prinsip HAM universal dengan dasar Piagam PBB, Deklarasi HAM serta Pancasila sebagai falsafah politik dan konsitusi UUD ‘45. “Paham HAM universal itu harus disesuaikan dengan nilai budaya yang berlaku,” katanya. Namun kurangnya pemahaman HAM atau karena kepentingan politik seringkali disebut-sebut “HAM di Indonesia sebagai HAM yang khas yang berbeda dengan HAM universal”.

“Itu tidak benar. Tidak berarti kita punya prinsip HAM sendiri,” kata mantan Sekjen Pemuda ASEAN tersebut. Yang benar, HAM universal justru harus diimplementasikan dalam masyarakat dan peka terhadap nilai-nilai budaya setempat. “Coba cari HAM khas Indonesia yang tidak ada di HAM universal. Tidak ada,” katanya. Marzuki menilai persoalan antara HAM universal dan HAM kultural malah menjadi perdebatan semu. Padahal sebenarnya itu hanya merupakan mekanisme defensif untuk menghadapi tekanan luar.


Di Indonesia sekarang ini arti hak Asasi Manusia (HAM) sudah kurang berarti di kalangan masyarakat. Pada dasarnya Hak Asasi Manusia (HAM) terdapat pada UUD 1945 BAB X-A pasal 28-A sampai dengan pasal 28-J. adanya dasar hukum HAM tersebut membuat masyarakat Indonesia berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum ( UUD 1945 Amandemen ke-2 pasal 28-D ayat 1).
Menteri Hukum dan HAM menyatakan,”Di Indonesia tercatat banyak sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Kasus pelanggaran HAM yang terjadi, contohnya : penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan layang di Jakarta dan pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki”.
Adapun contoh lain dari pelanggaa HAM di Indonesia yang sekarang ini adi permasalahan atau persoalan di kalangan aktifis HAM, yaitu pembebasan Adelin Lis dari lembaga permasyarakartan tempat dia ditahan pada beberapa waktu yang lalu. Menteri Hukum dan HAM menegaskan, “ Bahwa bebasnya Adelin Lis dari lembaga permasyarakatan tersebut beberapa waktu yang lalu tlah di atur oleh petugas lembaga permasyarakatan yang bekerja di tempat Adelin Lis di tahan.
Berikut adalah penuturan dari petugas penjaga lembaga permasyarakatan yang membantu bebasnya Adelin Lis, “ saya membantu Adelin Lis karna dia akan memberikan uang bila saya dapat mengatur surat pembebasan dirinya”. dari penuturan tersebut kenyataannya adalah aparat keamanan di Indonesia masih kalah dengan sistem kolusi yang sering digunakan oleh para peabat yang faktanya bersalah. Disamping itu, penjaga lembaga pemasyarakatan yang terkait dengan pembebasan Adelin Lis sekarang ini tlah dinyatakan sebagai tersangka. Yang menjadi perdebatan para aktivis HAM adalah, “Mengapa aparat keamanan yang berada dilembaga pemasyarakatan tempat Adelin Lis ditahan mudah sekali terbujuk oleh sebuah kenikmatan dunia sesaat yang dijanjikan oleh Adelin Lis?
Tidak lama setelah Adelin Lis bebas, akhirnya aparat kepolisian berhasil kembali menangkap Adelin Lis. Adelin Lis adalah salah satu contoh tersangka kasus pembalakan liar yang banyak terjadi di Indonesia. Adanya kasus Adelin Lis tersebut, maka di masyarakat terdapat kiasan seperti, “mengapa pembalakan liar harus terjadi?” untung memang buat para pelaku pembalakan liar tetapi bahayanya tetap masyarakat tidak berdosa yang tertimpa. Maka dari itu, pemerintah mengimbau kepada masyarakat Indonesia, maka kita hijaukan kembali tanah air tercinta!. Itulah salah satu imbauan dikalangan masyarakat. Saya selaku penulis sekali lagi mengimbau, “mari kita cegah kegiatan pembalakan liar di Indonesia!”. Tujuan dari imbauan itu agar indonesia mejadi hutannya hijau bukan dikenal sebagai negara yang hutannya gundul tanpa pepohonan.



Majelis Umum dengan ini memproklamasikan
Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia
sebagai satu standar umum keberhasilan untuk semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat dengan senantiasa mengingat Pernyataan ini, akan berusaha dengan jalan mengajar dan mendidik untuk menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut, dan dengan jalan tindakan-tindakan progresif yang bersifat nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan penghormatannya secara universal dan efektif, baik oleh bangsa-bangsa dari Negara-Negara Anggota sendiri maupun oleh bangsa-bangsa dari daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan hukum mereka.


Pasal 1
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.
Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Pernyataan ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.
Di samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.
Pasal 3
Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu.
Pasal 4
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang.
Pasal 5
Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.
Pasal 6
Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai pribadi di mana saja ia berada.
Pasal 7
Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam itu.
Pasal 8
Setiap orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten untuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.
Pasal 9
Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang.
Pasal 10
Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.
Pasal 11
  1. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran hukum dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuk pembelaannya.
  2. Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran hukum karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran hukum menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman lebih berat daripada hukuman yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran hukum itu dilakukan.
Pasal 12
Tidak seorang pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang urusan pribadinya, keluarganya, rumah-tangganya atau hubungan surat-menyuratnya, juga tak diperkenankan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti itu.
Pasal 13
  1. Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara.
  2. Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya.
Pasal 14
  1. Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran.
  2. Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang benar-benar timbul karena kejahatan-kejahatan yang tak berhubungan dengan politik, atau karena perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 15
  1. Setiap orang berhak atas sesuatu kewarga-negaraan.
  2. Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarga-negaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti kewarga-negaraan.
Pasal 16
  1. Pria dan wanita yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarga-negaraan atau agama, berhak untuk nikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan pada saat perceraian.
  2. Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.
  3. Keluarga adalah kesatuan alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan Negara.
Pasal 17
  1. Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain.
  2. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena.
Pasal 18
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.
Pasal 19
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).
Pasal 20
  1. Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai.
  2. Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki sesuatu perkumpulan.
Pasal 21
  1. Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas.
  2. Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya.
  3. Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan yang tidak membeda-bedakan, dan dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.
Pasal 22
Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak melaksanakan dengan perantaraan usaha-usaha nasional dan kerjasama internasional, dan sesuai dengan organisasi serta sumber-sumber kekayaan dari setiap Negara, hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya.f
Pasal 23
  1. Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil serta baik, dan berhak atas perlindungan dari pengangguran.
  2. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama.
  3. Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik yang menjamin kehidupannya dan keluarganya, suatu kehidupan yang pantas untuk manusia yang bermartabat, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.
  4. Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.
Pasal 24
Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari libur berkala, dengan menerima upah.
Pasal 25
  1. Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau mengalami kekurangan mata pencarian yang lain karena keadaan yang berada di luar kekuasaannya.

  1. Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.
Pasal 26
  1. Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan harus gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan jurusan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.
  2. Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian.
  3. Orang-tua mempunyai hak utama untuk memilih jenis pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.
Pasal 27
  1. Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, untuk mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan manfaatnya.
  2. Setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan atas kepentingan-kepentingan moril dan material yang diperoleh sebagai hasil dari sesuatu produksi ilmiah, kesusasteraan atau kesenian yang diciptakannya.
Pasal 28
Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya.
Pasal 29
  1. Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat satu-satunya di mana ia memperoleh kesempatan untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan leluasa.
  2. Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
  3. Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dengan jalan bagaimana pun sekali-kali tidak boleh dilaksanakan bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 30
Tidak satu pun di dalam Pernyataan ini boleh ditafsirkan memberikan sesuatu Negara, kelompok ataupun seseorang, hak untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun atau melakukan perbuatan yang bertujuan untuk merusak hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang mana pun yang termaktub di dalam Pernyataan ini dan manusia yang ingin hak asasinya diakui juga tidak boleh mengabaikan kewajiban asasi yang timbul bersamaan dengan hak tersebut.karena kedua hal tersebut selalu beriringan.
Pelaksanaan hak asasi manusia
Pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia baru pada tahap kebijakan belum menjadi bagian dari sendi-sendi dasar kehidupan berbangsa untuk menjadi faktor integrasi atau persatuan. Problem dasar HAM yaitu penghargaan terhadap martabat dan privasi warga negara sebagai pribadi juga belum ditempatkan sebagaimana mestinya.Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Marzuki Darusman da-lam diskusi yang diselenggarakan Forum Diskusi Wartawan Politik (FDWP) di Wisma Surabaya Post Jakarta, Sabtu (23/8).

Dalam diskusi itu diperbincangkan masalah hak asasi, politik dan demokrasi di Indonesia termasuk hubungan Komnas HAM dan pemerintah. “Pelaksanaan HAM di kita masih maju mundur. Namun itu tidak menjadi soal karena dalam proses,” kata Marzuki. Padahal jika melihat sisi historis, kata Marzuki, HAM di Indonesia beranjak dari amanat penderitaan rakyat untuk mewujudkan kemerdekaan dari penjajah. Begitu pula seperti tercermin dari Sila Kemanusiaan yang berpangkal dari falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam diskusi dipersoalkan bagaimana sebenarnya posisi pemerintah untuk melaksanakan HAM secara tulus. Menurut mantan anggota F-KP DPR itu, di luar negeri bidang-bidang politik, ekonomi selalu dihubungkan dengan masalah HAM. “Makanya mereka mau berisiko demi HAM ini. HAM sudah menyatu,” katanya.

Sedangkan di Indonesia, HAM baru merupakan satu kebijakan belum merupakan bagian dari sendi-sendi dasar dari kehidupan berbangsa. Marzuki mengatakan, sebenarnya HAM bisa menjadi faktor integrasi atau pemersatu bangsa. Marzuki menganalogikan pelaksanaan HAM di Indonesia dengan pemahaman masyarakat terhadap lingkungan hidup 10-20 tahun lalu.

Lingkungan hidup yang saat itu masih menjadi isu internasional sekarang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan pemerintah. “Saat ini, lingkungan hidup sudah menjadi kesadaran nasional,” katanya. Masalah lingkungan hidup tidak hanya menjadi kebijakan nasional namun sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. “Hal seperti itulah yang saat ini sedang ditempuh oleh HAM,” katanya.

Konstelasi politik

Kondisi HAM di Indonesia menghadapi dua hal dinamis yang terjadi yaitu realitas empiris di mana masyarakat semakin sadar HAM serta kondisi politik. Soal hubungan Komnas HAM dengan pemerintah, Marzuki mengatakan, bagian terbesar dari rekomendasi Komnas HAM terutama kepada pemerintah daerah/gubernur, 60 persen di antaranya mendapat respon yang konstruktif. Persoalan muncul jika kasusnya bermuatan politik, seperti Kasus Marsinah atau Kerusuhan 27 Juli. “Perlu ada pelurusan terhadap gambaran masyarakat soal hu-bungan pemerintah dan Komnas HAM,” katanya. Marzuki mendengar jika ada persepsi di masyarakat bahwa rekomendasi. Komnas HAM tidak dilaksanakan oleh pemerintah. “Kondisi ideal HAM adalah kondisi demokratis,” kata Marzuki. Kesadaran akan HAM maupun pelaksanaannya hanya mungkin jika ada pembaharuan politik.

Dalam beberapa persoalan Marzuki melihat sikap kalangan pemerintah maupun ABRI terhadap masalah HAM tergantung konstelasi politik yang terjadi, bukan pada pemahaman HAM sebenarnya. Misalnya komentar tentang Kerusuhan 27 Juli, satu pihak mengatakan bahwa kasus tersebut sudah selesai, namun yang lainnya mengatakan bahwa langkah-langkah Megawati Soekarnoputri konstitusional. Dia mengedepankan persoalan HAM di Indonesia dengan satu contoh yakni penggunaan istilah yang berkonotasi politik terhadap seseorang yang menyentuh martabat atau privasinya. Istilah gembong, oknum atau otak terutama dalam kerangka kasus-kasus subversif menjadi biasa digunakan oleh masyarakat menjadi sesuatu yang normal. “Padahal itu menyentuh HAM, seseorang digambarkan dengan istilah-istilah,” katanya.

Komnas HAM sebenarnya menganut prinsip HAM universal dengan dasar Piagam PBB, Deklarasi HAM serta Pancasila sebagai falsafah politik dan konsitusi UUD ‘45. “Paham HAM universal itu harus disesuaikan dengan nilai budaya yang berlaku,” katanya. Namun kurangnya pemahaman HAM atau karena kepentingan politik seringkali disebut-sebut “HAM di Indonesia sebagai HAM yang khas yang berbeda dengan HAM universal”.

“Itu tidak benar. Tidak berarti kita punya prinsip HAM sendiri,” kata mantan Sekjen Pemuda ASEAN tersebut. Yang benar, HAM universal justru harus diimplementasikan dalam masyarakat dan peka terhadap nilai-nilai budaya setempat. “Coba cari HAM khas Indonesia yang tidak ada di HAM universal. Tidak ada,” katanya. Marzuki menilai persoalan antara HAM universal dan HAM kultural malah menjadi perdebatan semu. Padahal sebenarnya itu hanya merupakan mekanisme defensif untuk menghadapi tekanan luar.



Sumber :
http://www.gudangmateri.com/2010/10/kondisi-pelaksanaan-ham-di-indonesia.html
http://kewarganegaraan.wordpress.com/2007/11/30/masalah-ham-di-indonesia/